KORUPSI!!!!!! "PEMBUNUH" #1 di INDONESIA ayo Lawan,Awasi dan Laporkan demi Indonesia yang lebih baik.......

Pages

8 Mar 2010

Ada Upaya Jadikan Aceh seperti Mindanao

Razia Teroris, Polisi Temukan Senapan M-16 dan Ratusan Amunisi

BANDA ACEH - Penyisiran dan perburuan terhadap anggota teroris yang diduga terkait dengan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di Aceh terus dilakukan aparat keamanan. Ini menyusul insiden baku tembak yang menewaskan seorang personel Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri dan dua Brimob Polda Aceh di Desa Lamkabeu, Kec. Seulimeum, Aceh Besar, Kamis malam lalu (4/3).
Seperti dilaporkan Metro Aceh (Jawa Pos Group), dalam operasi kemarin (7/3) anggota Polres Pidie menemukan senapan M-16 dan ratusan amunisi sekitar pukul 14.00. Penyisiran yang dipimpin langsung Kapolres Pidie AKBP Moffan M.K. itu terkait dengan informasi adanya personel JI yang tertembak di Gampong Pante Crung, Padang Tiji, dan kabur.

Di areal persawahan atau sekitar 500 meter dari lokasi, aparat keamanan menemukan sepucuk senjata M-16, lima magasin berisi amunisi penuh, 230 butir peluru M-16, 31 butir peluru senapan AK-45, satu tas pinggang, dan sepatu bot orang dewasa. Benda-benda tersebut tersimpan di ransel. Hanya senjata yang tergeletak agak jauh di sawah.selanjutnya...

Menurut Moffan, temuan barang tersebut bermula dari informasi masyarakat. Ketika itu warga melihat seorang pria berwajah asing (bukan warga sekitar) meminta minum. Pria itu berjalan sedikit pincang dengan kondisi kaki terluka.

''Aparat keamanan langsung mengejar ke lokasi. Tetapi, tersangka sudah tidak ada di tempat. Dia kabur setelah minum air putih,'' tuturnya kepada Metro Aceh.

Puluhan petugas lantas menyisir sejumlah titik di kawasan tersebut. Wilayah yang diduga dijadikan persembunyian tak luput dari penyisiran. ''Dalam pencarian itu, petugas menemukan senjata dan tas ransel di areal persawahan milik warga,'' ujarnya.

Moffan mengungkapkan, ransel itu persis dengan bentuk tas yang dibawa tersangka teroris yang tertembak dalam operasi di Padang Tiji sebelumnya. Moffan menduga tersangka tersebut juga masih ada di sekitar Padang Tiji. Meski begitu, personelnya terus melakukan razia untuk memastikan tersangka tidak lolos.

Kapolres Pidie bersama Wakapolres, Kasatreskrim, dan puluhan personel polisi terlihat terus berjaga di TKP (tempat kejadian perkara) sambil menunggu kedatangan tim Densus 88 dan Mabes Polri. Senapan berikut amunisi itu diamankan di Mapolsek Padang Tiji.

Sementara itu, ada analisis terkait pergeseran kantong-kantong teroris di Indonesia ke Aceh. Hal itu terjadi karena adanya tujuan tertentu.

Pengamat terorisme Al Chaidar menilai ada upaya menjadikan Aceh seperti Mindanao (wilayah Filipina Selatan yang menjadi basis aksi kelompok militan). Selain letaknya yang strategis, terang dia, kultur Aceh yang kental dengan syariah Islam sangat mendukung gerakan mereka.
Al Chaidar yang asli Aceh tersebut menambahkan, posisi Aceh juga sangat strategis. Yakni, dekat Selat Malaka dan negeri jiran (Singapura, Malaysia, dan Thailand). ''Kalau ada apa-apa, mereka bisa dengan mudah kabur ke negeri sebelah. Mereka juga bisa dengan gampang membajak kapal. Lalu lintas kapal di Selat Malaka sangat padat,'' ujarnya.

Menurut dia, kondisi Aceh yang kental dengan kultur syariah Islam membuat kelompok teroris makin leluasa berlindung dan mencari pengikut. Apalagi, perkembangan Aceh akhir-akhir ini tidak banyak dipantau oleh pemerintah.

Karena itu, Al Chaidar menengarai Aceh akan dijadikan homebase baru bagi jaringan teroris yang belum habis. Apalagi, banyak kawasan hutan dan bukit di sana terlindung dari dunia luar. Itu membuat mereka leluasa membangun markas, seperti yang dilakukan Abu Sayyaf dan kelompok MILF (Moro Islamic Liberation Front) di Mindanao.

''Selain itu, daerah-daerah (basis kelompok teroris dan militan) di Jawa Tengah dan Jawa Barat sudah terlalu sering digerebek Densus 88. Mau tidak mau, mereka mencari daerah baru,'' tuturnya.

Namun, Al Chaidar memperkirakan kelompok teroris bakal sulit mencari para pengikut di Aceh. Pasalnya, masyarakat Aceh mudah curiga dengan orang-orang asing. Apalagi, warga di tanah rencong sangat trauma dengan militerisme. ''Memang ada (orang Aceh) yang jadi pengikut. Tapi, itu tidak banyak. Mungkin hanya 20 persen. Sisanya orang-orang lama,'' katanya.

Meski begitu, Al Chaidar tetap minta pemerintah waspada. Sebab, kendati jumlahnya tidak banyak, beberapa warga Aceh terlibat terorisme. ''Ini artinya mereka sudah bisa memenangkan heart and mind masyarakat Aceh,'' katanya.

Tokoh Sumatera Kumpulkan Aktivis Jawa

Siapa sebenarnya kelompok beranggota 60 orang yang saat ini diburu Densus 88 di Aceh? Dari penelusuran Jawa Pos, pelakunya tetap organisasi lama. Yakni, salah satu faksi Jamaah Islamiyah dengan gabungan aktivis NII (Negara Islam Indonesia).

Menurut penuturan sumber di kepolisian, meski sebagian besar anak buahnya tertangkap, pentolan kelompok itu masih bebas. ''Dia adalah tokoh lama. Lama berjihad di Poso dan kemudian masuk ke kamp Hudaibiyah di Mindanao, Filipina, pada 1998,'' ujar sumber itu.

Sumber tersebut lantas menyebut nama tokoh itu, namun mewanti-wanti agar tidak menulis namanya langsung karena belum tertangkap. ''Tulis saja inisialnya, Mt,'' tuturnya.

Mt termasuk generasi keempat yang masuk Filipina. Sempat di Kamp Abu Baka, dia kemudian membuat sebuah kamp baru di kawasan Liguasan Marsh, S.K. Pendaton, Mindanao. Dia dilatih langsung oleh Ikrima alias Ali Fauzi dan Mike alias Umar Patek.

Menurut sumber tadi, Mt mengumpulkan aktivis-aktivis tersebut tak lebih dari tiga bulan lalu. ''Ini tergolong cukup lama karena mereka baru menempati kamp di Aceh satu setengah bulan lalu,'' urainya. Yang menjadi ''motor'' kelompok tersebut adalah para aktivis Lampung. Lantas, banyak aktivis Jawa ikut bergabung.

Sumber itu menambahkan, Aceh dipilih karena sejumlah tempat yang secara ''tradisi'' cukup aman kini dipelototi. Sulawesi Utara, Poso, dan Jawa kini bukan lagi ''surga'' bagi para militan. Terdapat 200-an aktivis militan kelas kakap di Jawa yang kini terus dipantau polisi.

Itu sebabnya para aktivis tersebut rata-rata memilih tidak bergerak. ''Selalu ada anggota yang memantau. Jadi, kami bisa langsung mendeteksi ada gerakan apa di lapangan,'' tambah sumber tadi.

Peta persebaran kelompok aktivis militan itu relatif tak berubah. Mulai Jawa Tengah ke arah timur, yang ''berkuasa'' adalah aktivis JI. Sebelum Ali Ghufron dan faksinya tertangkap, Tenggulun, Lamongan, atau Jatim merupakan pusat kegiatan aktivis JI. Kegiatan perekrutan, perencanaan aksi, persiapan perang, dan sesekali pelatihan sering dilakukan di Jatim.

Yang menjadi daerah penopang sangat kuat adalah Solo, Jateng. Embrio JI boleh dibilang berasal dari Solo. Gerakan jihad yang paling aktif di Poso dan Mindanao (aktivisnya kemudian menjadi pentolan-pentolan kegiatan terorisme belakangan ini) berasal dari gabungan aktivis Solo dan Jatim. Contoh paling nyata adalah Kompak (Komite Penanggulangan Krisis) yang didirikan Ali Imron dan dimotori Ali Fauzi, dua bersaudara asal Tenggulun, Lamongan, Jatim.
Sumber di internal kepolisian itu mengatakan, Mt mendapat suplai dana dari luar negeri. ''Tampaknya, masih ada penghubung antara Al Qaidah dengan kelompok militan di Indonesia. Apa ini masih satu link dengan penghubung kelompok Ibrohim, ini yang masih kami selidiki,'' tambahnya.

Saat dikonfirmasi, Ali Fauzi membenarkan bahwa sebagian besar aktivis yang kini diburu Densus 88 di Aceh adalah mantan anak buahnya. ''Sebagian saya kenal dan pernah bersama di Poso dan Filipina. Tapi, saya sudah lama tidak kontak dengan mereka,'' ucapnya.

Tetapi, Ali Fauzi tidak memahami mengapa para aktivis itu memilih Aceh sebagai kamp pelatihan. ''Karakter orang Aceh itu punya kecenderungan curiga dengan orang asing. Sewaktu GAM masih eksis, ketika kami menawarkan diri untuk bergabung, mereka menolak kami kok,'' ucapnya. Makanya, Ali Fauzi tak heran bila belum lama kamp tersebut sudah diendus polisi. (isf/jpnn/aga/ano/dwi)

Artikel Terkait



0 komentar:

 
Powered by Blogger