KORUPSI!!!!!! "PEMBUNUH" #1 di INDONESIA ayo Lawan,Awasi dan Laporkan demi Indonesia yang lebih baik.......

Pages

5 Apr 2010

Malu (Aku) Jadi Orang NU.......

Ya, judul diatas adalah murni perasaan saya; saya malu jadi nadhliyin. Saya enggan disebut pengikut Nadhlatul Ulama, dan saya risih dianggap sebagai warga NU. Mengapa?
Saya terlahir dari keluarga pengikut Nadhlatul Ulama. Bapak ibu saya adalah nadhliyin, begitu pula kakek-nenek saya. Keluarga saya mungkin 90% adalah warga NU. Kampung saya didominasi para nadhliyin. Bahkan ibu saya melahirkan saya di Rumah Sakit Nadhlatul Ulama di Kota Malang. Namun, saya tetap malu menjadi warga NU.



Bukan lantaran NU berpolitik sehingga lupa pada tugas memperjuangkan kemashlahatan ummat, tidak. Bukan pula karena KH. Hasyim Muzadi dan KH. Sholahuddin Wahid mencalonkan diri menjadi cawapres pada Pemilu tahun 2004 dan akhirnya kalah. Bukan pula lantaran Pilkada Jatim 2008 kemarin dipenuhi calon-calon gubernur dan wakil gubernur dari NU. Saya malu bukan karena PKB kini renggang hubungannya dengan PWNU-PBNU karena sikap politik PKB, atau karena PKB sendiri sudah terbelah menjadi pengikut Gus Dur dan Muhaimin. Saya tidak ada masalah dengan semua dinamika itu.
Saya malu menjadi nadhliyin karena saya sebetulnya tidak pantas disebut nadhliyin. Jika NU mengusung Ahlussunnah wal Jama’ah, maka saya lebih sering mendustakan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah. Jika Nadhlatul Ulama mengajarkan agar warganya saling menjaga Ukhuwah Islamiyah, saya lebih sering merusak Ukhuwah Islamiyah. NU mendorong para nadhliyin agar berlaku sesuai tuntunan akhlaqul karimah, maka jelas saya sulit sekali digolongkan kedalamnya. Para nadhliyin dididik dengan segala macam nilai-nilai keislaman agar bisa menjadi manusia yang mulia dunia akhirat, tapi hidup saya terlalu kotor untuk itu.
Kenadhlatul-ulamaan saya hanya diwakilkan oleh segala macam atribut NU di rumah dan kampung saya. Keislaman saya hanya sebatas KTP. Saya mengakui semua itu. Namun, tidak ada alasan bagi saya untuk terus-menerus berkubang dalam lumpur hitam kehidupan. Jalan menuju kemuliaan sebagaimana diajarkan Islam dan Nadhlatul Ulama harus saya cari dan temukan, sebelum saya bisa mengatakan diri saya sebagai seorang nadhliyin sejati, Islam sejati. Maka sebetulnya saya ini lebih pantas jika disebut calon nadhliyin, walau secara sosiologis dan ideologis, kemungkinan saya  adalah nadhliyin. Namun untuk praktik yang lebih riil, baik komunal ataupun individual, sejatinya saya bukan atau belum nadhliyin.
Adapun sebagai calon nadhliyin, ijinkanlah saya menitip pesan kepada para alim ulama, kiai, dan petinggi-petinggi Kebangkitan Ulama, Nadhlatul Ulama, siapapun yang akan bertarung memperebutkan kursi Ketua Umum Tanfidziyah, dam juga kursi Rais Am Syuriah dalam Muktamar NU ke-32 tanggal 23 hingga 28 Maret nanti di Makassar, saya harap semoga beliau-beliau yang dimuliakan Allah ini tidak merasa malu untuk menjadi nadhliyin. Siapapun yang menjadi Rais Am Syuriah, entah itu KH. Hasyim Muzadi, KH. M.A. Sahal Mahfudh, atau siapapun, begitu pula yang terpilih menjadi Ketua Umum Tanfidziyah, entah itu KH. Said Agil Siradj, KH. Masdar F Mas’udi, H. Slamet Efendi Yusuf, KH. Ahmad Bagja, KH. Ulil Abshor Abdalla, KH. Sholahuddin Wahid, ataupun KH. Ali Maschan Moesa, saya haqqul yaqin beliau-beliau ini adalah kader terbaik NU yang sudah mengamalkan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah hingga beliau-beliau ini adalah yang terbaik untuk memimpin ormas Islam terbesar sedunia ini. NU harus kembali pada semangat awalnya, kebangkitan ulama, dan juga semangat pemberdayaan ummat, bukan -meminjam istilah  KH. Sahal Mahfudh- jamaa’atul ulama (kumpulan ulama) apalagi nadhlatul juhala (kebangkitan orang-orang bodoh). Oi!

uneg uneg seorang kawan yang ada di malang
http://manusiayangmerdeka.wordpress.com

Artikel Terkait



1 komentar:

pimpii mengatakan...

Terima kasih telah memberikan komentar di Dream Indonesia. Sebagai penghargaan maka blog menarik ini sudah di tautkan di http://www.dreamindonesia.wordpress.com/
Maju terus blogger Indonesia.....!!!

 
Powered by Blogger